Selasa, 08 November 2011

Kesetiakawanan (Ilmu Sosial Dasar)


Kesetiakawanan
Kata kesetiakawanan sudah sangat familiar di telinga kita. Dia merupakan salah satu nilai-nilai luhur bangsa yang harus dilestarikan. Kata ini oleh Undang-undang nomor 11 tahun 2009 tentang Kesejahteraan sosial dijadikan sebagai asas pertama dalam penyelenggaraan kesejahteraan sosial. Sebagai asas dia menjadi pondasi atau landasan pokok dalam membangun kesejahteraan sosial di Indonesia. Walaupun sudah sangat familiar, tapi fenomena yang terjadi di masyarakat menunjukkan bahwa pengertian dan emplementasinya belum terlaksana sebagaimana yang diharapkan, seperti masih terjadinya bentrok antar warga, tawuran antar pelajar dan mahasiswa, adanya kasus pembagian zakat yang menimbulkan korban dan lain sebagainya.
Pengertian Kesetiakawanan
Kesetiakawanan atau rasa solidaritas adalah merupakan potensi spritual, komitmen bersama sekaligus jati diri bangsa oleh karena itu Kesetiakawanan merupakan Nurani bangsa Indonesia yang tereplikasi dari sikap dan perilaku yang dilandasi oleh pengertian, kesadaran, keyakinan tanggung jawab dan partisipasi sosial sesuai dengan kemampuan dari masing-masing warga masyarakat dengan semangat kebersamaan, kerelaan untuk berkorban demi sesama, kegotongroyongan dalam kebersamaan dan kekeluargaan.
Oleh karena itu Kesetiakawanan merupakan Nilai Dasar Kesejahteraan Sosial, modal sosial (Social Capital) yang ada dalam masyarakat terus digali, dikembangkan dan didayagunakan dalam mewujudkan cita-cita bangsa Indonesia untuk bernegara yaitu Masyarakat Sejahtera.Sebagai nilai dasar kesejahteraan, kesetiakawanan harus terus dipelihara sesuai dengan kondisi aktual bangsa dan diimplementasikan dalam wujud nyata dalam kehidupan kita.



1
Kesetiakawanan merupakan nilai yang bermakna bagi setiap bangsa. Jiwa dan semangat kesetiakawanan dalam kehidupan bangsa dan masyarakat Indonesia pada hakekatnya telah ada sejak jaman nenek moyang kita jauh sebelum negara ini berdiri sebagai suatu bangsa yang merdeka yang kemudian dikenal sebagai bangsa Indonesia.            
Jiwa dan semangat kesetiakawanan tersebut dalam perjalanan kehidupan bangsa kita telah teruji dalam berbagai peristiwa sejarah, dengan puncak manifestasinya terwujud dalam tindak dan sikap berdasarkan rasa kebersamaan dari seluruh bangsa Indonesia pada saat menghadapi ancaman dari penjajah yang membahayakan kelangsungan hidup bangsa.

Sejarah Kesetiakawanan
Sejarah telah membuktikan bahwa bangsa Indonesia mencapai kemerdekaan berkat semangat kesetiakawanan sosial yang tinggi. Oleh karena itu, semangat kesetiakawanan harus senantiasa ditanamkan, ditingkatkan dan dikukuhkan melalui berbagai kegiatan termasuk peringatan HKSN setiap tahunnya. HKSN yang kita peringati merupakan ungkapan rasa syukur dan hormat atas keberhasilan seluruh lapisan masyarakat Indonesia dalam menghadapi berbagai ancaman bangsa lain yang ingin menjajah kembali bangsa kita. Peringatan HKSN yang kita laksanakan setiap tanggal 20 Desember juga merupakan upaya untuk mengenang kembali, menghayati dan meneladani semangat nilai persatuan dan kesatuan, nilai kegotong-royongan, nilai kebersamaan, dan nilai kekeluargaan seluruh rakyat Indonesia dalam merebut kemerdekaan. Saat ini kita tidak lagi melakukan perjuangan secara fisik untuk mengusir penjajah, namun yang kita hadapi sekarang adalah peperangan menghadapi berbagai permasalahan sosial yang menimpa bangsa Indonesia seperti kemiskinan, keterlantaran, kesenjangan sosial, konflik SARA di beberapa daerah, bencana alam (gempa bumi, gunung meletus, tsunami, kekeringan, dll), serta ketidakadilan dan masalah-masalah lainnya.



2
Sesuai tuntutan saat ini, dengan memperhatikan potensi dan kemampuan bangsa kita, maka peringatan HKSN ini merupakan semangat kesetiakawanan masyarakat. Dengan prinsip dari, oleh dan untuk masyarakat dalam pelaksanaannya memerlukan berbagai dukungan dan peran aktif dari seluruh komponen/elemen bangsa, bukan hanya tanggung jawab pemerintah saja melainkan tanggung jawab bersama secara kolektif seluruh masyarakat Indonesia.
Oleh karena itu, makna nilai kesetiakawanan sebagai sikap dan perilaku masyarakat dikaitkan dengan peringatan HKSN ditujukan pada upaya membantu dan memecahkan berbagai permasalahan sosial bangsa dengan cara mendayagunakan peran aktif masyarakat secara luas, terorganisir dan berkelanjutan. Dengan demikian kesetiakawanan masih akan tumbuh dan melekat dalam diri bangsa Indonesia yang dilandasi oleh nilai-nilai kemerdekaan, nilai kepahlawanan dan nilai-nilai kesetiakawanan itu sendiri dalam wawasan kebangsaan mewujudkan kebersamaan : hidup sejahtera, mati masuk surga, bersama membangun bangsa.
Dari pengertian kesetiakawanan tersebut kita bisa merasakan atau menilai rasa kemanusiaan seseorang. Rasa kesetiakawanan bermakna:
  1. Kepentingan pribadi tetap diletakkan dalam kerangka kesadaran kewajiban sebagai makhluk sosial dalam kehidupan bermasyarakat.
  2. Kewajiban terhadap masyarakat dan bangsa dirasakan lebih besar dari kepentingan pribadinya.
Adapun nilai moral yang terkandung dalam kesetiakawanan sosial diantaranya sebagai berikut:
  1. Tolong menolong. Nilai moral ini tampak dalam kehidupan masyarakat, seperti: tolong menolong sesama tetangga. Misalnya membantu korban bencana alam atau menengok tetangga yang sakit.
  2. Gotong-royong, misalnya menggarap sawah atau membangun rumah.


3
  1. Kerjasama. Nilai moral ini mencerminkan sikap mau bekerjasama dengan orang lain walaupun berbeda suku bangsa, ras, warna kulit, serta tidak membeda-bedakan perbedaan itu dalam kerjasama.
  2. Nilai kebersamaan. Nilai moral ini ada karena adanya keterikatan diri dan kepentingan kesetiaan diri dan sesama, saling membantu dan membela. Contohnya menyumbang sesuatu ke tempat yang mengalami bencana, apakah itu kebanjiran, kelaparan atau diserang oleh bangsa lain.

KESETIAKAWANAN SOSIAL SEBAGAI GERAKAN NASIONAL
Peringatan HKSN menjadi momentum yang sangat strategis sebagai upaya untuk mengembangkan dan mengimplementasikan kesetiakawanan sebagai suatu gerakan nasional sesuai dengan kondisi dan tantangan jaman, kesetiakawanan yang menembus baik lintas golongan dan paradaban maupun lintas SARA harus terus menggelora terimplementasi sepanjang masa, dengan demikian akan berwujud ”There is No Day Whithout Solidarity” (tiada hari tanpa kesetiakawanan sosial), kesetiakawanan tidak berhenti pada harinya HKSN yang diperingati setiap tanggal 20 Desember di Tingkat Pusat, Provinsi dan Kab/Kota serta oleh seluruh lapisan masyarakat berkelanjutan selamanya dan sepanjang masa.
Kesetiakawanan sebagai wujud dari sikap, perilaku dan jati diri bangsa Indonesia akan dapat menjadi modal yang besar dalam mengatasi berbagai permasalahan sosial yang dihadapi bangsa ini secara bertahap untuk melakukan perbaikan dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat di seluruh tanah air, apabila nilai kemerdekaan, nilai kepahlawanan dan nilai kesetiakawanan itu melekat dalam kehidupan berbangsa dan bernegara.




4
Untuk menindak lanjuti Gerakan Nasional Kesetiakawanan, jejaring kerja, kolaborasi dengan seluruh komponen bangsa dalam hal ini masyarakat dan dunia usaha harus membantu mendukung Gerakan Nasional tersebut, agar menjadi gerakan yang dapat di contoh oleh orang lain.
Contoh meningkatkan kemampuan menciptakan kehidupan yang berlandaskan prinsip-prinsip kesetiakawanan sosial:http://belajar.kemdiknas.go.id/images/edukasi/blank.gif

-
Membiasakan membantu korban bencana alam.
Dalam penjelasan sebelumnya bahwa kehidupan setiap manusia akan bermakna apabila kehidupannya berazaskan kebersamaan. Secara kodrati pun manusia selalu dituntut hidup sebagai makhluk sosial di samping sebagai makhluk individu. Yang harus dilakukan antara lain:
  1. Bantulah dengan ikhlas tanpa mengharapkan imbalan atau mempertimbangkan untung ataupun rugi.
  2. Membantu sesuai dengan kemampuan masing-masing.
  3. Jangan menyinggung perasaan orang yang tertimpa musibah.
  4. Bersikap sabar serta lembut dalam bertutur kata.
  5. Jika bisa dahulukan mana yang bisa diprioritaskan.
  6. Bantuan diusahakan yang bersifat mendidik.

-
Ikut bekerjasama untuk kepentingan umum.
Contoh perbuatan yang dilakukan seperti:
a. Kerja bakti di lingkungan RT, misal membersihkan got, membersihkan tempat ibadah.
b. Kerja bakti atau gotong-royong membangun jalan, jembatan.
c. Menjaga fasilitas umum dan lain sebagainya.



5
-
Meningkatkan semangat kekeluargaan.
Untuk meningkatkan semangat kekeluargaan nilai-nilai kesetiakawanan atau kerjasama dapat diterapkan melalui bentuk-bentuk kegiatan. Contoh:
1. Di lingkungan keluarga, bentuk kegiatannya seperti:
     - Makan bersama dengan seluruh anggota keluarga.
     - Beribadah bersama.
     - Silaturahmi kepada sanak famili dan lain sebagainya.
2. Di lingkungan sekolah, bentuk kegiatannya seperti:
     - Membentuk kelompok belajar.
     - Mengumpulkan dana untuk menolong orang lain yang mengalami musibah.
     - Kerja bakti.
     - Bakti sosial dan lain sebagainya.


NAMA    : Devianti eka lestari
KELAS   : 2SA02
NPM       : 11610887

Senin, 24 Oktober 2011

only I knew

in fact until now I still like it at you. Seeing the wall if you like sad if you write a sad state, let alone I think the former is still ga thank you because you've broken up, rich he even deliberately discredit you in front of your friend, I actually do not accept I'm sorry for you, but on the other hand whenever I also disappointed with you on your attitude like that, I promise in me to not remember anymore, but it's hard. and I promise I'll be able to do that

Sabtu, 15 Oktober 2011

Mengenai KPK


MENGENAL TENTANG KPK
Korupsi sesungguhnya sudah lama ada terutama sejak manusia pertama kali mengenal tata kelola administrasi. Pada kebanyakan kasus korupsi yang dipublikasikan media, seringkali perbuatan korupsi tidak lepas dari kekuasaan, birokrasi, ataupun pemerintahan. Korupsi juga sering dikatikan pemaknaannya dengan politik. Sekalipun sudah dikategorikan sebagai tindakan yang melanggar hukum/kriminal, pengertian korupsi dipisahkan dari bentuk pelanggaran hukum lainnya. Selain mengkaitkan korupsi dengan politik, korupsi juga dikatikan dengan perekonomian, kebijakan publik, internasional, kesejahteraan sosial, dan pembangunan nasional. Begitu luasnya aspek-aspek yang terkait dengan korupsi hingga badan dunia seperti PPB memiliki badan khusus yang memantau korupsi dunia. Sebagai landasan untuk memberantas dan menanggulangi korupsi adalah memahami pengertian korupsi itu sendiri. Tulisan bagian pertama membahas mengenai pengertian korupsi berdasarkan definisi-definisi umum ataupun definisi yang berlaku secara internasional.


Definisi Berdasarkan Produk Hukum Nasional

Menurut Undang-Undang No 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Bab II, Pasal 2, Ayat 1 disebutkan:
“Perbuatan korup diartikan sebagai tindakan melawan hukum dengan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara”
Pasal 3 menyebutkan:
“Perbuatan 'Korup' dilakukan oleh setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau korporasi, menyalahgunakan wewenang, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan dan kedudukan yang dapat merugikan negara atau perekonomian negara”
Berdasarkan kedua pasal tersebut, perbuatan ‘Korup’ adalah perbuatan yang dilakukan dengan memanfaatkan jabatan/kedudukan/kekuasaan untuk memperkaya diri sendiri atau orang lain atau korporasi yang dapat merugikan negara dan pereknomian negara. Menurut kedua pasal tersebut, perbuatan ‘Korup’ adalah tindakan yang melanggar hukum.

                Jika bersandar pada UU No 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, maka tindak pidana ‘Korupsi’ berlaku tidak hanya pada institusi pemerintahan, akan tetapi bisa berlaku pula untuk institusi di luar pemerintahan. Seperti kasus BLBI yang melibatkan sejumlah pengusaha (perbankan) yang diduga menyuap pejabat pemerintah baik di tingkat departemen maupun pejabat Bank Indonesia. Dari kasus-kasus korupsi yang ditangani oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), sebagian besar di antaranya adalah kasus yang menyalahgunakan jabatan/kekuasaan. Kasus-kasus seperti ini terdapat di tingkat pemerintahan pusat maupun daerah, termasuk di tingkat legislatif pusat dan daerah.

Definisi Secara Umum dan Internasional

                 Kata ‘Korupsi’ berasal dari kata asing, yaitu ‘Corrupt’ yang merupakan paduan dari dua kata dalam bahasa latin com (bersama-sama) dan rumpere (pecah/jebol). Pengertian bersama-sama mengarah pada suatu bentuk kerjasama atau suatu perbuatan yang dilakukan dengan latar belakang kekuasaan. Konotasi bersama-sama bisa dimaksudkan lebih dari 1 orang atau dapat pula dilakukan oleh satu orang yang memiliki kekuatan untuk menggerakkan orang lain. Tentunya kekuatan atau kekuasaan yang dimaksudkan adalah untuk kepentingan dirinya sendiri. Mengenai konotasi dari rumpere yang berarti pecah atau jebol merujuk pada pengertian dampak atau akibat dari perbuatan korupsi (bahasa latin lain adalah corruptus). Artinya, tindakan korupsi dapat mengakibatkan kehancuran atau kerugian besar. Inilah yang membedakan pengertian tindak korupsi dengan tindak kriminal biasa seperti pencurian. Tindak pidana pencurian hanya mengakibatkan kerugian sepihak, yaitu kerugian bagi korban, sedangkan korupsi dapat merugikan tidak hanya banyak orang akan tetapi juga negara dalam jumlah besar.

               Dari sekian banyak definisi tentang ‘Korupsi’ selalu menganalogkan atau mengkaitkan sebagai bentuk tindakan ilegal atau melanggar hukum, tidak bermoral, dan tidak loyal dari seseorang yang memiliki kekuatan untuk melakukannya. Kekuasaan berupa jabatan atau kedudukan merupakan sarana dan sekaligus alat untuk melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan kerugian bagi negara. Defini terkini tentang ‘Korupsi’ saat ini sudah mulai meluas pada cakupan moral. Tindak ‘Korupsi’ bukan hanya sekedar kesempatan untuk memanfaatkan jabatan/posisi, akan tetapi juga peluang untuk mendorong terjadinya tindak ‘Korupsi’.

                 Apabila definisi tradisional tentang ‘Korupsi’ lebih banyak menyorot aspek pemegang kekuasaan atau seseorang yang memiliki jabatan, maka definisi moderen menyoroti keseluruhan aspek dalam suatu negara yang menyebabkan terjadinya tindak ‘Korupsi’ (Kurer, 2005). Indeks persepsi korupsi atau Corruption Perception Index (CPI) hanya mengukur tindak ‘Korupsi’ satu arah, yaitu persepsi/penilaian berdasarkan instansi ataupun pejabat yang berwenang. Definisi moderen mengukur dari dua arah, yaitu dari instansi dan masyarakatnya sendiri. Tindak ‘Korupsi’ tidak hanya terjadi karena adanya kesempatan berupa jabatan ataupun kewenangan, akan tetapi juga karena adanya kebutuhan. Pelaku perbuatan yang berakibat dilakukannya tindak ‘Korupsi’ adalah mereka yang mendorong pihak lain yang dapat memanfaatkan jabatan ataupun kewenangannya untuk kepentingan dirinya sendiri. Hingga sejauh ini, pengawasan ataupun pemantauan terhadap tindak ‘Korupsi’ masih difokuskan pada pihak yang memiliki jabatan atau kewenangan.


Jenis Tindak Korupsi Politik (Political Corruption)

               Tindak korupsi secara umum dapat dikelompokkan ke dalam beberapa jenis, seperti korupsi secara politik (political corruption), korupsi data (data corruption), korupsi dalam penerjemahan atau pendefinisian (liguistic corruption), dan berbagai bentuk manipulasi lainnya. Dari beberapa jenis korupsi, jenis korupsi politik atau political corruption adalah yang paling banyak mendapatkan perhatian baik dalam bentuk kelembagaan, studi komprehensif, maupun di bidang kebijakan.
               Tindak korupsi secara politik adalah suatu perbuatan yang menggunakan atau memanfaatkan kekuasaan pemerintah yang dilakukan oleh pejabat pemerintahan yang secara tidak sah untuk menguntungkan dirinya sendiri (Heidenheimer, et al, 1989). Jabatan memiliki wewenang yang berupa kekuasaan dengan membuat kebijakan atau keputusan yang tujuannya secara sepihak menguntungkan secara materi si pemegang jabatan tersebut. Pengertian materi di sini adalah keuntungan secara ekonomi berupa tambahan kekayaan secara tidak sah. Jika tindak penyalahgunaan wewenang tidak memberikan manfaat secara ekonomi, maka penyalahgunaan wewenang tersebut bukan termasuk jenis korupsi politik (Lambsdorff, 2007). Pada umumnya, tindak korupsi politik dilakukan di tingkat eksekutif (pemerintahan pusat/daerah) dan tingkat legislatif(kongres,senat,DPR/DPRD).
Berdasarkan kajian dari Bank Dunia yang salah satunya dilakukan oleh Kaufmann and Kraay (2008), ada beberapa kondisi yang memberikan peluang atau kemungkinan dilakukannya jenis korupsi politik, yaitu
1.Keterbatasaninformasi (transparansi)
2.Rendahnya akuntabilitas berupa rendahnya akses untuk mengawasi
3.Terbukanya kesempatan seperti rendahnya gaji, insentif, dan tingginya akses untuk melakukan penyalahgunaan wewenang
4. Kondisi sosial seperti kebiasaan pemberian hadiah, nepotisme kekuasaan, rendahnya kualitas pendidikan masyarakat, ketidakpedulian sosial, dan kemiskinan.
              Beberapa faktor lainnya seperti besarnya potensi sumberdaya ekonomi yang dapat dikelola dan dioptimalkan di suatu daerah/negara juga turut mendorong terjadinya tindak korupsi secara politik. Misalnya di daerah yang kaya sumber alam atau strategis memiliki kecenderungan lebih mampu untuk mendorong terjadinya korupsi secara politik.







Sekilas Latar Belakang Korupsi Dunia

               Diduga tindak korupsi sudah lama ada sejak manusia pertama kali menggunakan kekuasaan secara administratif. Di masa-masa periode awal Masehi, pengawasan korupsi secara institusi belum ada. Kekayaan pejabat/abdi kerajaan begitu terbuka sehingga siapapun dapat mengetahui dan mengukurnya sendiri. Mata uang yang sudah dikenal dan digunakan ketika itu masih difungsikan sebagai alat pembayaran yang sifatnya lokal. Mata uang lokal hanya dapat diterima di wilayah kerajaan. Sekalipun kekayaan masih bisa disimpan dalam bentuk emas, akan tetapi sangat beresiko apabila menyimpan emas di luar wilayah kekuasaan kerajaan, kecuali apabila pejabat yang bersangkutan menjadi sekutu dengan kerajaan lain. Pada umumnya, pejabat kerajaan tidak pernah menyimpan kekayaannya dalam bentuk apapun di luar wilayah kerajaan atau kekuasaan karena tindakan ini akan dianggap tidak loyal. Bentuk korupsi pada masa kerajaan-kerajaan Masehi yang dikaitkan dengan loyalitas adalah bentuk korupsi tradisional.

              Sejalan dengan berkembangnya administrasi, dikenalnya pola birokrasi, pelayanan publik, dan pencatatan keuangan, bentuk tindak korupsi pun mengalami perkembangan. Sejalan pula dengan semakin berkembangnya demokrasi dan politik menjelang berakhirnya era monarki. Penyalahgunaan wewenang mulai ditunjukkan dengan tindakan untuk memanipulasi pajak (pungutan), menerima suap untuk dapat diberikan keistimewaan secara ekonomi, politik, maupun hukum, dan tindakan persekongkolan (terutama dengan pihak musuh). Pejabat negara sudah mulai berani untuk menyembunyikan kekayaannya di luar wilayah kekuasaan negara. Mereka para pejabat pemerintah ataupun anggota legislatif yang diketahui melakukan pelanggaran-pelanggaran (korup) dianggap sebagai pengkhianat. Satu-satunya hukum ketika itu adalah hukuman mati. Hingga sejauh ini belum ada tulisan yang menguatkan dugaan tentang bentuk korupsi yang paling mendekati pengertian korupsi seperti sekarang ini. Ensiklopedi dunia seperti Britanica hanya menggambarkan kondisi korupsi di masa kerajaan Cina yang dianggap paling mendekati kondisi yang digambarkan seperti sekarang ini.

              Tindak ‘Korupsi’ seperti pengertian umum yang digunakan oleh badan-badan dunia sesungguhnya belum lama dikenal, yaitu setelah abad kebangkitan Eropa atau abad pertengahan (middle age). Di Eropa, tindak korupsi diidentifikasikan sudah berjalan bersama dengan keberadaan kelompok mafia yang mampu mempengaruhi kekuatan politik pejabat-pejabat publik mulai dari kepala pemerintahan, kepala daerah, anggota parlemen, maupun pihak kepolisian. Untuk mengamankan operasinya (ilegal), pihak mafia cenderung bekerjasama dengan pihak penguasa setempat. Di Italia, kondisi seperti ini sudah berlangsung sejak awal abad pertengahan hingga akhirnya mulai meluas pada dekade 1700an. Istilah korupsi sendiri sesungguhnya baru mulai dibahas dan ditindaklanjuti ke dalam perangkat hukum pada awal dekade 1990an.
 Pada dekade 1990an ini pula tindak ‘Korupsi’ menjadi sub studi dalam studi politik pemerintahan maupun studi politik ekonomi.
Komisi Pemberantasan Korupsi mempunyai tugas:
  1. Koordinasi dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
  2. Supervisi terhadap instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi;
  3. Melakukan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan terhadap tindak pidana korupsi;
  4. Melakukan tindakan-tindakan pencegahan tindak pidana korupsi; dan
  5. Melakukan monitor terhadap penyelenggaraan pemerintahan negara.
Dalam melaksanakan tugas koordinasi, Komisi Pemberantasan Korupsi berwenang :
  1. Mengkoordinasikan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan tindak pidana korupsi;
  2. Menetapkan sistem pelaporan dalam kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi;
  3. Meminta informasi tentang kegiatan pemberantasan tindak pidana korupsi kepada instansi yang terkait;
  4. Melaksanakan dengar pendapat atau pertemuan dengan instansi yang berwenang melakukan pemberantasan tindak pidana korupsi; dan
  5. Meminta laporan instansi terkait mengenai pencegahan tindak pidana korupsi.
 



Inilah salah satu contoh kasus yang di tangani oleh kpk belum lama ini,
Komisi Pemberantasan Korupsi didesak agar serius dan fokus menangani kasus dugaan korupsi yang melibatkan mantan bendahara umum Partai Demokrat, Muhammad Nazaruddin.
Direktur Eksekutif Komite Pemantau dan Pemberdayaan Parlemen Indonesia (KP3I), Tom Pasaribu mengatakan dirinya merasa aneh dengan cara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menangani kasus Nazaruddin. 

Padahal, KPK seharusnya lebih memfokuskan penyelidikan pada tindak pidana korupsi oleh Nazaruddin dan antek-anteknya.

"KPK yang dulunya sangat ingin memulangkan Nazaruddin ke Indonesia, kini justru terkesan sama sekali tak menyentuh Nazaruddin," ujarnya hari ini. 

Bahkan Tom mengakui mendapat informasi dari sumber internal KPK bahwa Nazaruddin masih menolak bersaksi dan tak ada pengakuannya yang dicatat di Berita Acara Pemeriksaan (BAP).

Di sisi lain, KPK justru sibuk mencari keterangan pihak lain yang dituduh Nazaruddin terlibat dalam korupsi seperti Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum. 

"Kalau sekarang tak jelas juntrungannya. Masalahnya jadi kabur. Semua dipanggil KPK tapi tak ada yang jelas," ujar Tom. 

Sebagai contoh dalam kasus suap Sesmenpora, KPK seharusnya lebih fokus menyelidiki peran Marisi dan RS, dua orang kepercayaan Nazaruddin. Tom mengatakan kedua orang tersebut adalah bagian lingkaran permainan Nazaruddin di berbagai proyek negara.

"Datanya ada semua kok dan KPK juga memegangnya. Tapi dimana posisi penyelidikan terhadap Marisi dan RS? KPK dulu menjemput Marisi menggunakan uang negara ke Sumatera Utara, tapi kok dibiarkan saja sekarang," tutur Tom.

Berdasarkan laporan sejumlah media massa, Marisi adalah direktur salah satu anak perusahaan Nazaruddin PT. Mahkota Negara yang sering bermanuver di beberapa proyek seperti di PT. Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Kementerian Kesehatan. Dia juga menyarankan agar KPK segera memastikan kasus Nazaruddin menjadi prioritas untuk disidik.

"Prinsipnya, KPK harus lebih fokus lagi kepada Nazaruddin," tukas Tom.


 www.kpk.go.id/modules/edito/content_lhkpn.php?id=32

Rabu, 05 Oktober 2011

TUGAS PENGERTIAN ILMU SOSIAL DASAR (ISD)


Definition

            ISD is the knowledge of who examines social issues, particularly the problems manifested by the people of Indonesia who, using the theories, facts, concepts derived from different fields of knowledge of expertise in the field of social sciences (such as Social Geography, Sociology, Anthropology social, Political Science, Economics, Social Psychology and History)

Basic social science is not a combination of basic social science combined, because the basic social science does not have an object and the scientific method itself and also he did not develop a penilitian as a scientific discipline such as social sciences above

            ISD provides an understanding of human nature as social beings and the problem with using the framework approach. By using an objective lens means, concepts and theories related to human nature and the problem has been developed and used in the social sciences. Meanwhile, according to the subjective lens of the problems discussed will be assessed according to the perspective of the community concerned.

           ISD is a business that can be expected to provide general knowledge and basic knowledge of who the concepts developed to complement the social phenomena that responsiveness (response value), perception and reasoning of students in the face of the social environment can be improved, so that the sensitivity of students in the social environment becomes larger.

Scope of Study ISD

          ISD includes two main groups: human studies and studies of society and social institutions. The first consisted of psychology, sociology, and anthropology, while the second consists of economic and political.

STUDY target aspects of ISD is the most principled who exists in human life as social beings who manifest problems of  it.


Objectives ISD

            ISD fosters student insight into the reasoning and personality in order to gain greater insight and personality traits that are expected of student attitudes, particularly with regard to attitudes and behavior within the human face of other human beings, as well as the attitudes and behavior toward other human beings man in question is reciprocal.

          

Basic social science (ISD) and the social sciences have similarities and differences as for the similarities between the two is:
- Both are the subject of study for the benefit of education programs / teaching
- They are not stand-alone discipline
- Both have a material consisting of social reality and social problems.



The difference between them is is:

Provided basic social science at university, while the social sciences is given in primary and secondary schools.
Basic social science directed at the formation of attitudes and personality, whereas social science directed at the creation of knowledge and intellectual skills.


Social problems which arise within society are usually involved in various social realities berkaitan.Konsorsium between the field has determined that the social science foundation course consists of 8 subjects, namely:
- A variety of population issues in development of society and culture hubungannyadengan
- Problem Individuals, families, and communities
- Youth problems and socialization
- Problem of the relationship between citizens and the State
- Problems of social and equality coating
- Problems of urban and rural society
- The problem of social contradictions and intgrasi
- Utilization of science and technology for prosperity and welfare of the community


Nama    : Devianti eka lestari
Kelas    : 2SA02
NPM      : 11610887